Makalah Pancasila
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai dasar negara,
Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya
matahari bulan Juni 1945, 63 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah
konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya
Pancasila.
Sebagai falsafah
negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan
karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap
bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta
sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang
jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik
Indonesia.
Pancasila telah ada
dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang
tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945
bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan
Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua,
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan
kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia
telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad
Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila
itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara
ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung
toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila
merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif
yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut
mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga,
karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma
yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta
norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme
dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia
yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga
ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi
luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan
kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati
sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak
bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan demikian bahwa
falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui
oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan
menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan
proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga
baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
dan negara Indonesia.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini
antara lain:
- Untuk
memenuhi tugas Mata Pelajaran PKN.
- Untuk
menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
- Untuk
mengetahui landasan filosofis Pancasila.
- Untuk
mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara
Indonesia.
- Untuk
mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah
negara Indonesia.
1.3 Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah ini
adalah:
- Siswa
dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
- Siswa
dapat mengetahui landasan filosofis Pancasila.
- Siswa
dapat mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara
Indonesia.
- Siswa
dapat mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar
falsafah negara Indonesia.
1.4 Ruang Lingkup
Makalah ini membahas
mengenai landasan filosofis Pancasila dan fungsi utama filsafat Pancasila bagi
bangsa dan negara Indonesia. Serta membahas mengenai bukti bahwa falsafah
Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Berdasarkan
beberapa masalah yang teridentifikasi tersebut, makalah ini difokuskan pada
falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
BAB II
METODE PENULISAN
2.1 Objek Penulisan
Objek penulisan
makalah ini adalah mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara
Indonesia. Dalam makalah ini dibahas mengenai landasan filosofis Pancasila,
fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia, dan bagaimana
falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
2.2 Dasar Pemilihan Objek
Makalah ini membahas
mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Falsafah
Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa
Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan,
norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana,
paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Maka dari itu masyarakat
perlu mengetahui bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai falsafah negara
Indonesia yang terdapat dalam beberapa dokumen historis dan di dalam
perundang-undangan negara Indonesia.
2.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan
makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji pustaka
terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat
dalam makalah ini yaitu dengan tema wawasan kebangsaan. Sebagai referensi juga
diperoleh dari situs web internet yang membahas mengenai falsafah Pancasila
sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
2.4 Metode Analisis
Penyusunan makalah
ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu mengidentifikasi
permasalahan berdasarkan fakta dan data yanag ada, menganalisis permasalahan
berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif
pemecahan masalah
BAB III
FILOSOFIS PANCASILA
3.1 Landasan Filosofis Pancasila
3.1.1 Pengertian Filsafat
Secara etimologis
istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya“philosophi” adalah
berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim
diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia
tersebut berakar pada kata“philos” (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan).
Berdasarkan pengertian
bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga
berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa
juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut
maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari
kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang
bermanfaat bagi peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini
mula-mula dipakai oleh Herakleitos.
Pengetahuan bijaksana
memberikan kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu
yang mencarinya adalah oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai
kebenaran adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang.
Di dalam mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir
sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut
filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya
diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya
mendekati kesempurnaan.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat
menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut:
• Socrates (469-399 s.M.)
Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan
diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari
kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat
dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka
mampu dan mau melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga
muncul koreksi terhadap diri secara obyektif
• Plato (472 – 347 s. M.)
Dalam karya tulisnya “Republik” Plato
menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran
(vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan
mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato
filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap
pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan
digolongkan sebagai filsafat spekulatif.
3.1.2 Pengertian Pancasila
Kata Pancasila berasal
dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5
Dasar/Ajaran, yaitu
- Jangan
mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.
- Jangan
mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
- Jangan
berhubungan kelamin/Dilarang berjinah
- Jangan
berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.
- Jangan
mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.
Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M
= Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh.
Pengertian Pancasila Secara Etimologis
Perkataan Pancasil
mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam
Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu
ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya 5 J
[idem].
Pengertian secara Historis
- Pada
tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan
Pancasila sebagai Dasar Negara.
- Pada
tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian
keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk
Pembukaannya dimana didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar
Negara yang duberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi
Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45
tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah
disebut istilah Pancasila hal ini didaarkan interprestasi (penjabaran)
historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.
Pengertian Pancasila Secara
Termitologis
Proklamasi 17 Agustus
1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan Negara
PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan
UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya
tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional
sah dan benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili
seluruh Rakyat Indonesia
Pancasila Berbentuk:
- Hirarkis
(berjenjang);
- Piramid.
A. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam sidang
BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut:
- Prikebangsaan;
- Prikemanusiaan;
- Priketuhanan;
- Prikerakyatan;
- Kesejahteraan
Rakyat
B. Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni
1945 di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut:
- Nasionalisme/Kebangsaan
Indonesia;
- Internasionalisme/Prikemanusiaan;
- Mufakat/Demokrasi;
- Kesejahteraan
Sosial;
- Ketuhanan
yang berkebudayaan;
Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila
tersebut dapat diperas menjadi Trisila yaitu:
- Sosio
Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme;
- Sosio
Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat;
- Ketuhanan
YME.
Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila
masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang intinya adalah
Gotong Royong.
C. Pancasila menurut Piagam
Jakarta yang
disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 rumusannya sebagai berikut:
- Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab;
- Persatuan
Indonesia;
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
- Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia;
Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian
pancasila tersebut yang sah dan benar secara Konstitusional adalah pancasila
yang tercantum dalam Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya
ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang
menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI
yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan Uud 1945.
3.1.3 Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila dikenal sebagai filosofi
Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah
dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan
wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan
“permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke
waktu.
v Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan
konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan
banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat
barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep
humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman,
demokrasi parlementer, dan nasionalisme.
v Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila
kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya
(1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan
filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan
akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut
Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial”
terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau
mempropagandakan “Persatuan”.
v Filsafat Pancasila versi Soeharto
Oleh Suharto filsafat
Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori
Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam
budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila
dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih
rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan
bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono,
Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso,
Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan
Moerdiono.
Berdasarkan
penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil
berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap,
dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai)
yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai
bagi bangsa Indonesia.
Kalau dibedakan
anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila
tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam
hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal
dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan
kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya.
Dan kalau dibedakan
filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafast
Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila
di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan
mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi hasrat ingin
tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil
pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai
pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life,
Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir
dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Selanjutnya filsafat
Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat
sebgai berikut:
1. Kebenaran indra (pengetahuan
biasa);
2. Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu
pengetahuan);
3. Kebenaran filosofis (filsafat);
4. Kebenaran religius
(religi).
Untuk lebih
meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita kutip
ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang
berjudul “Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional”, yang isinya anatara
lain sebagai berikut:
Tinjauan Pancasila adalah
tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Marilah kita peringatkan
secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita tinjau menurut ahli
filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi
Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan
Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan
filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804).
Menurut Hegel hakikat
filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari
pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah
tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari
antitese.
Saya tidak mau
menyulap. Ingatlah kalimat pertama dan Mukadimah UUD Republik Indonesia 1945
yang disadurkan tadi dengan bunyi: Bahwa sesungguhanya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa. Oleh sebab itu penjajahan harus dihapusakan karena
bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Kalimat pertama ini
adalah sintese yaitu antara penjajahan dan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Pada saat sintese sudah hilang, maka lahirlah kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu
kita susun menurut ajaran falsafah Pancasila yang disebutkan dengan terang
dalam Mukadimah Konstitusi R.I. 1950 itu yang berbunyi: Maka dengan ini kami
menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk
Republik Kesatuan berdasarkan ajaran Pancasila. Di sini disebut sila yang lima
untukmewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan perdamaian dunia dan
kemerdekaan. Kalimat ini jelas kalimat antitese. Sintese kemerdekaan dengan
ajaran Pancasila dan tujuan kejayaan bangsa yang bernama kebahagiaan dan
kesejajteraan rakyat. Tidakah ini dengan jelas dan nyata suatu sintese pikiran atas
dasar antitese pendapat?
Jadi sejajar denga
tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa ajaran Pancasila itu adalah
suatu sistem filosofi, sesuai dengan dialektis Neo-Hegelian.
Semua sila itu adalah
susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat yang harmonis. Pancasila sebagai
hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan pemandangan tinjauan
hidup Neo-Hegelian.
3.2 Fungsi Utama Filsafat Pancasila
Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia.
3.2.1 Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan
Hidup Bangsa Indonesia.
Setiapa bangsa yang
ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin
dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata hidup). Dengan
pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang
dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan
persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan
merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti
akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun
persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa
di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki
pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi,
sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan
berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pergaulan hidup
itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu
bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa
mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnyta pandangan hidup
sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa
itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu
untuk mewujudkannya.
Kita merasa bersyukur
bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri Republik ini dat memuaskan
secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita yang kemudian kita
namakan Pancasila. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979,
maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa
Indonesia dan dasar negara kita.
Disamping itu maka
bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila
bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang
meliputi kejiwaan dan watak yang sudah beurat/berakar di dalam kebudayaan
bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia
ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup manusia sebagai
manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam
mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah.
Bangsa Indonesia
lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan
segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir
menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara
proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa
datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri.
Sebab itu bnagsa
Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang bersamaan lahirnya bangsa
dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar
negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada
tahun 1945, melainkan telah berjuang, denga melihat pengalaman bangsa-bangsa
lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia., dengan tetap berakar
pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita sendiri.
Karena Pancasila
sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia
diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini
tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda,
namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945,
dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap
tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan
konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat
terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan
bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negar, dikehendaki oleh bangsa Indonesia
karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia
juga merupakan dasasr yang mamapu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
3.2.2 Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik
Indonesia
Pancasila yang
dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung
maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu
haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa
dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung
Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada
kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.
Sidang BPPK telah
menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila
tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi
sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi
landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan
uji sepanjang masa.
Peraturan selanjutnya
yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul
sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas
dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu
disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD.
Oleh karena Pancasila
tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar
tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam
alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai
pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan
peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan
pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila
(dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber
dari segala sumber huum (sumber huum formal, undang-undang, kebiasaan,
traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).
Di sinilah tampak
titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh masyarakat dan
penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah Indonesia.
Adalah suatu hal yang
membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat, dasar yang
kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang
didatangkan dari luar negeri.
Dasar negara kita berakar pada
sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan
dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak dahulu
hingga sekarang.
Pancasila mengandung
unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia sebagai
dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar
hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi hidup dan
kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi.
3.2.3 Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian
Bangsa Indonesia
Menurut Dewan
Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah :
Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia
dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia
adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia
sepanjang masa.
Garis pertumbuhan dan
perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa
Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang
masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai
peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda
dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang.
Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota
kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya
bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia
secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita
memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak dengan jelas bahwa
tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita.
Demikianlah, maka
Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia sendiri merupakan :
a) Dasar negara kita, Republik
Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di
negara kita.
b) Pandangan hidup bangsa
Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi petunjuk dalam masyarakat
kita yang beraneka ragam sifatnya.
c) Jiwa dan kepribadian
bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa
Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri
khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat
kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat
universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi
kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang
menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
d) Tujuan yang akan dicapai oleh
bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material
dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik
Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam
suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta
dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
e) Perjanjian luhur rakyat Indonesia
yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan sesudah
Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar karena ia
ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia
yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu
telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan
bangsa.
Oleh karena itu yang
penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila
dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan merupakan
rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang
merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi
kehidupan bangsa kita.
Akhirnya perlu juga
ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan mengenai Pancasila, maka yang kita maksud
adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu :
- Ketuhanan
Yang Maha Esa.
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
- Persatuan
Indonesia.
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawratan / perwakilan.
- Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila
yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita gunakan, sebab rumusan
yang demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia pada
tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).
Seperti yang telah ditunjukkan
oleh Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan
yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan sebagai kesatuan yang bulat
dan utuh, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan
diberi arti secara sendiri-sendiri, terpisah dari keseluruhan sila-sila
lainnya. Memahami atau memberi arti setiap sila-sila secara terpisah dari
sila-sila lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang Pancasila.
3.3 Falsafah Pancasila Sebagai Dasar
Falsafah Negara Indonesia
Falsafah Pancasila
sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita temukan dalam beberapa
dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di
bawah ini :
- Dalam
Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
- Dalam
Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang
kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan
sebutan Piagam Jakarta).
- Dalam
naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
- Dalam
Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)
tanggal 27 Desember
1945, alinea IV.
- Dalam
Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus
1950.
- Dalam
Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI
tanggal 5 Juli 1959.
Mengenai perumusan
dan tata urutan Pancasila yang tercantum dalam dokumen historis dan
perundang-undangan negara tersebut di atas adalah agak berlainan tetapi inti
dan fundamennya adalah tetap sama sebagai berikut :
1. Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam
Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno
Ir. Soekarno dalam pidatonya pada
tanggal 1 Juni 1945 untuk pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia
dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut :
v Kebangsaan Indonesia.
v Internasionalisme atau Prikemanusiaan.
v Mufakat atau Demokrasi.
v Kesejahteraan sosial.
v Ketuhanan.
3.4 Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari
Nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila dari Sila ke I sampai Sila Sila ke V yang harus
diaplikasikan atau dijabarkan dalam setiap kegiatan pengelolaan lingkungan
hidup adalah sebagai berikut ( Soejadi, 1999 : 88- 90) :
1. Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
terkandung nilai religius, antara lain :
a. Kepercayaan
terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segala sesuatu dengan
sifat-sifat yang sempurna dan suci seperti Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha
Adil, Maha Bijaksana dan sebagainya;
b. Ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintah- NYA dan
menjauhi larangan-larangannya. Dalam memanfaatkan semua potensi yang diberikan
oleh Tuhan Yang Maha Pemurah manusia harus menyadari, bahwa setiap benda dan
makhluk yang ada di sekeliling manusia merupakan amanat Tuhan yang harus dijaga
dengan sebaik-baiknya; harus dirawat agar tidak rusak dan harus memperhatikan
kepentingan orang lain dan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.
Penerapan Sila
ini dalam kehidupan sehari-hari yaitu:
misalnya
menyayangi binatang; menyayangi tumbuhtumbuhan dan merawatnya; selalu menjaga
kebersihan dan sebagainya. Dalam Islam bahkan ditekankan, bahwa Allah tidak
suka pada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, tetapi Allah senang
terhadap orang-orang yang selalu bertakwa dan selalu berbuat baik. Lingkungan
hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa
Indonesia merupakan karunia dan rahmat-NYA yang wajib dilestarikan dan
dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang hidup
bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta makhluk hidup lainya demi kelangsungan
dan peningkatan kualitas Hidup itu sendiri.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradab terkandung nilai-nilai perikemanusiaan yang harus diperhatikan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai berikut :
-Pengakuan
adanya harkat dan martabat manusia dengan sehala hak dan kewajiban asasinya;
-Perlakuan yang
adil terhdap sesama manusia, terhadap diri sendiri, alam sekitar dan terhadap
Tuhan;
-Manusia sebagai
makhluk beradab atau berbudaya yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan
keyakinan.
Penerapan,
pengamalan/ aplikasi sila ini dalam kehidupan sehari hari yaitu:
dapat diwujudkan dalam bentuk kepedulian akan hak setiap orang untuk
memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat; hak setiap orang untuk
mendapatkan informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam
pengelolaan lingkungan hidup; hak setiap orang untuk berperan dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuanketentuan hukum yang
berlaku dan sebagainya (Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 : 558). Dalam hal ini
banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mengamalkan Sila ini, misalnya
mengadakan pengendalian tingkat polusi udara agar udara yang dihirup bisa tetap
nyaman; menjaga kelestarian tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar;
mengadakan gerakan penghijauan dan sebagainya. Nilai-nilai Sila Kemanusiaan
Yang Adil Dan Beradab ini ternyata mendapat penjabaran dalam Undang-Undang No.
23 Tahun 1997 di atas, antara lain dalam Pasal 5 ayat (1) sampai ayat (3);
Pasal 6 ayat (1) sampai ayat (2) dan Pasal 7 ayat (1) sampai ayat (2). Dalam
Pasal 5 ayat (1) dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat; dalam ayat (2) dikatakan, bahwa setiap
orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran
dalam pengelolaan lingkungan hidup; dalam ayat (3) dinyatakan, bahwa setiap
orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 6 ayat (1)
dikatakan, bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup dan dalam ayat (2) ditegaskan, bahwa setiap orang yang
melakukan usaha dan/ atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar
dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Dalam Pasal 7 ayat (1)
ditegaskan, bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya
untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup; dalam ayat (2) ditegaskan,
bahwa ketentuan pada ayat (1) di atas dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;
2. Menumbuhkembangkan kemampauan dan kepeloporan masyarakat;
3. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masya-rakat untuk melakukan pengwasan
sosial;
4. Memberikan saran pendapat;
5. Menyampaikan informasi dan/atau menyam-paikan laporan
3. Dalam Sila Persatuan Indonesia
terkandung nilai persatuan bangsa, dalam arti dalam hal-hal yang menyangkut
persatuan bangsa patut diperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
-Persatuan
Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia serta wajib
membela dan menjunjung tinggi (patriotisme);
-Pengakuan
terhadap kebhinekatunggalikaan suku bangsa (etnis) dan kebudayaan bangsa
(berbeda-beda namun satu jiwa) yang memberikan arah dalam pembinaan kesatuan
bangsa;
-Cinta dan
bangga akan bangsa dan Negara Indonesia (nasionalisme).
Penerapan sila
ini dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
dengan melakukan
inventarisasi tata nilai tradisional yang harus selalu diperhitungkan dalam
pengambilan kebijaksanaan dan pengendalian pembangunan lingkungan di daerah dan
mengembangkannya melalui pendidikan dan latihan serta penerangan dan penyuluhan
dalam pengenalan tata nilai tradisional dan tata nilai agama yang mendorong
perilaku manusia untuk melindungi sumber daya dan lingkungan (Salladien dalam
Burhan Bungin dan Laely Widjajati , 1992 : 156-158). Di beberapa daerah tidak
sedikit yang mempunyai ajaran turun temurun mewarisi nilai-nilai leluhur agar
tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-ketentuan adat
di daerah yang bersangkutan, misalnya ada larangan untuk menebang pohon-pohon
tertentu tanpa ijin sesepuh adat; ada juga yang dilarang memakan
binatang-bintang tertentu yang sangat dihormati pada kehidupan masyarakat yang
bersangkutan dan sebagainya. Secara tidak langsung sebenarnya ajaran-ajaran
nenek leluhur ini ikut secara aktif melindungi kelestarian alam dan kelestarian
lingkungan di daerah itu. Bukankah hal ini sudah mengamalkan Pancasila dalam
kehidupan masyarakat yang bersangkutan sehari-hari.
4. Dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin
Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan terkandung
nilainilai kerakyatan. Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus dicermati,
yakni:
-Kedaulatan
negara adalah di tangan rakyat;
-Pimpinan
kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal sehat;
-Manusia
Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama;
-Keputusan
diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh wakilwakil rakyat.
Penerapan sila ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain
(Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 : 560 ) :
· Mewujudkan,
menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para
pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
· Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan
hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
· Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan
· masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
5. Dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan sosial. Dalam hal ini harus
diperhatikan beberapa aspek berikut, antara lain :
a. Perlakuan
yang adil di segala bidang kehidupan terutama di bidang politik, ekonomi dan
sosial budaya;
b. Perwujudan
keadilan sosial itu meliputi seluruh rakyat Indonesia;
c. Keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati hak milik orang
lain;
-Cita-cita masyarakat yang adil dan makmur yang merata material spiritual bagi
seluruh rakyat Indonesia;
-Cinta akan
kemajuan dan pembangunan.
Penerapan sila ini tampak dalam ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur
masalah lingkungan hidup. Sebagai contoh, dalam Ketetapan MPR RI Nomor
IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Bagian H yang
mengatur aspekaspek pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya
alam. Dalam ketetapan MPR ini hal itu diatur sebagai berikut (Penabur Ilmu,
1999 : 40) :
· Mengelola
sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi;
· Meningkatkan
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi,
rehabilitasi dan penghematan pengunaan dengan menerapkan teknologi ramah
lingkungan;
· Mendelegasikan secara betahap wewenang pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara
selektif dan pemeliharaan ling-kungan hidup, sehingga kualitas ekosistem tetap
terjaga yang diatur dengan undangundang;
· Mendayagunakan
sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan
kelestarian fungsi dan keseim-bangan lingkungan hidup, pembangunan yang
berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan
ruang yang pengaturannya diatur dengan undang-undang;
· Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan
3.5 Pengertian Etika, Moral dan Etiket
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan.
Arti dari bentuk
jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh
Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis
(asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami
kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata
tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari
sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan
yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam
Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam
Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari
Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari
Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan
kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa
Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca
sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus”
maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’
dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’
dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens
berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut
dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena
arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan
susunannya menjadi seperti berikut :
1. nilai dan norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang
etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang
dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai
sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan
maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik.
Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi
ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang
dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan
sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian
sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
3.5.1 Pengertian Moral
Istilah
Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang
sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’,
maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata
tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau
arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’
adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya
bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa
Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak
bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan
norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa
pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai
dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari
kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan
‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu
perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan
tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang
berkenaan dengan baik dan buruk.
Pengertian Etiket
Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang
ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan
sebagainya tentang barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun
atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan
selalu baik.
Perbedaan Etiket dengan Etika
K. Bertens dalam
bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan
etiket dengan etika, yaitu :
1. Etiket menyangkut cara (tata acara)
suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan
sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan
kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap
melanggar etiket. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus
memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang
milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin
sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di
sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan
atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi
dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada
orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak
berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki
saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya
sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket
jika saya makan dengan cara demikian.
Etika selalu berlaku, baik kita sedang
sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik
sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus
dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap
tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan
lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan. Etika bersifat
absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika
yang tidak bisa ditawar-tawar.
4. Etiket memandang manusia dari segi
lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik.
Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan
sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.
Etika memandang
manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab
orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah memperhatikan
isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Filsafat Pancasila adalah hasil
berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap,
dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai)
yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai
bagi bangsa Indonesia.
2. Fungsi utama filsafat Pancasila bagi
bangsa dan negara Indonesia yaitu:
a) Filasafat
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
b) Pancasila
sebagai dasar negara Republik Indonesia
c) Pancasila
sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia
3. Falsafah Pancasila sebagai dasar
falsafah negara Indonesia, hal tersebut dapat dibuktikan dengan ditemukannya
dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara
Indonesia seperti di bawah ini :
1. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1
Juni 1945.
2. Dalam Naskah Politik yang bersejarah,
tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan
Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta).
3. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi
1945, alinea IV.
4. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik
Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV.
5. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik
Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950.
6. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV
setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.
4.2 Saran
Warganegara Indonesia
merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia Oleh
karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau
mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala
hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa
falsafah Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga
kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Kebudayaan
Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
-
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah
Pancasila, Cet. 9. Jakarta:Pancoran Tujuh.
-
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai
Falsafah Pancasila, Cet. 9.Jakarta: Pantjoran Tujuh.
-
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme.
Jakarta: Rineka Cipta.
-
Pengertian Etika 17 November 2008 by Pakde sofa
Sumber Lain :
-
https://deluk12.wordpress.com/makalah-pancasila/