Makalah Objek Wisata di Yogyakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia. Indonesia memiliki kebudayaan yang sangat
beranekaragam. Nilai - nilai sejarah, moral, dan spiritual yang terdapat dalam
budaya Indonesia dapat dijadikan penyaring atas budaya asing yang masuk ke
Indonesia.
Masih ada kebudayaan Indonesia yang banyak
menyisakan peninggalan-peninggalan yang mengandung nilai sejarah, yang
dijadikan objek wisata di Indonesia, yang terkenal sampai ke mancanegara, salah
satunya objek wisata yang ada di Yogyakarta. Yogyakarta memiliki banyak objek
wisata seperti, Candi Borobudur, Candi Prambanan, Goa Jatijajar, Keraton
Yogyakarta, Ketep Pass, Imogiri, dan masih banyak lagi. Bahkan jalan di
Malioboropun bisa dijadikan sebagai tempat objek wisata. Semua itu berpotensi
untuk dimanfaatkan baik dari segi perekonomian, kebudayaan maupun pendidikan.
Sebagai kota yang berpotensi, Yogyakarta diharapkan dapat membantu dalam
memperbaiki perekonomian bangsa serta dapat meningkatkan harkat dan martabat
bangsa Indonesia di mata dunia.
Dengan adanya objek wisata yang merupakan peninggalan
sejarah ini , semoga bangsa Indonesia dapat memberikan keutungan. Salah satunya
yaitu dibidang pendidikan, karena dengan mengunjungi objek wisata tersebut akan
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas tentang peninggalan
sejarah bangsa Indonesia. Oleh karena itu, peninggalan sejarah tersebut perlu
dirawat dan dijaga dengan baik agar lebih baik dan bermanfaat di kemudian hari.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah-masalah yang dibahas di makalah
ini adalah :
1.Bagaimana
sejarah kota Yogyakarta ?
2.Dimana
saja tempat-tempat pariwisata yang sering dikunjungi para wisatawan ?
3.Kenapa
kota Yogyakarta dikatakan sebagai kota pariwisata ?
4.Mengapa
kota Yogyakarta disebut juga sebagai kota pendidikan ?
1.3 Tujuan
Tujuan penulis
membuat makalah
tentang Yogyakarta ini adalah : untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tidak
diajarkan di sekolah, mengetahui tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta,
dan dapat mengetahui seluk beluk tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta.
Khususnya bagi kami, umumnya bagi pembaca.
1.4
Metode
Metode yang kami gunakan dalam membuat
makalah ini adalah dengan cara browsing dari internet
1.5 Kegunaan
Makalah ini dapat digunakan untuk :
1. Menambah wawasan atau pengetahuan yang luas khususnya bagi penulis sendiri
dan umum bagi para pembaca yang
budiman.
2. Mengenal tempat-tempat wisata di Yogyakarta yang indah
dan dipelihara di Indonesia
3. Mengetahui asal - usul tempat wisata yang ada di Yogyakarta.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kota Yogyakarta

Sebulan setelah ditandatanganinya Perjanjian Giyanti tepatnya hari
Kamis Pon tanggal 29 Jumadilawal 1680 atau 13 Maret 1755, Sultan Hamengku
Buwana I memproklamirkan berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan
ibukota Ngayogyakarta dan memiliki separuh dari wilayah Kerajaan Mataram.
Proklamasi ini terjadi di Pesanggrahan Ambarketawang dan dikenal dengan
peristiwa Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram – Ngayogyakarta. Pada hari
Kamis Pon tanggal 3 sura 1681 atau bertepatan dengan tanggal 9 Oktober 1755,
Sri Sultan Hamengku Buwana I memerintahkan untuk membangun Kraton Ngayogyakarta
di Desa Pacethokan dalam Hutan Beringan yang pada awalnya bernama Garjitawati.
Pembangunan ibu kota Kasultanan Yogyakarta ini membutuhkan waktu satu
tahun. Pada hari Kamis pahing tanggal 13 Sura 1682 bertepatan dengan 7 Oktober
1756, Sri Sultan Hamengku Buwana I beserta keluarganya pindah atau boyongan
dari Pesanggrahan Ambarketawan masuk ke dalam Kraton Ngayogyakarta. Peristiwa
perpindahan ini ditandai dengan candra sengkala memet Dwi Naga Rasa Tunggal
berupa dua ekor naga yang kedua ekornya saling melilit dan diukirkan di atas
banon/renteng kelir baturana Kagungan Dalem Regol Kemagangan dan Regol Gadhung
Mlathi. Momentum kepindahan inilah yang dipakai sebagai dasar penentuan Hari
Jadi Kota Yogyakarta karena mulai saat itu berbagai macam sarana dan bangunan
pendukung untuk mewadahi aktivitas pemerintahan baik kegiatan sosial, politik,
ekonomi, budaya maupun tempat tinggal mulai dibangun secara bertahap.
Berdasarkan itu semua maka Hari Jadi Kota Yogyakarta ditentukan pada tanggal 7
Oktober 2009 dan dikuatkan dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6
Tahun 2004.
2.2 Letak Geografis Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat Provinsi di
Indonesia yang meliputi Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman. Daerah
Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah
dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa
yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kota dan empat kabupaten,
yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus
penduduk 2010 memiliki jumlah penduduk 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404
laki-laki dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar
1.084 jiwa per km2.
Penyebutan nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlalu panjang
menyebabkan sering terjadinya penyingkatan nomenkaltur menjadi DI Yogyakarta
atau DIY. Daerah Istimewa ini sering diidentikkan dengan kota Yogyakarta
sehingga secara kurang tepat disebut dengan Yogyakarta, Yogya, Yogyakarta, Yogyakartakarta.
Walaupun memiliki luas terkecil kedua setelah Provinsi DKI Jakarta, Daerah
Istimewa ini terkenal di tingkat nasional dan internasional. Daerah Istimewa
Yogyakarta menjadi tempat tujuan wisata andalan setelah Provinsi Bali. Selain
itu Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah terparah akibat bencana gempa
pada tanggal 27 Mei 2006 dan erupsi Gunung Merapi pada medio Oktober-November
2010.
2.3 Candi Borobudur
2.3.1 Gambaran Umum

2.3.2 Sejarah Candi Borobudur
Borobudur dibangun sekitar tahun 800 Masehi atau
abad ke-9. Candi Borobudur dibangun oleh para penganut agama Buddha Mahayana pada masa pemerintahan
Wangsa Syailendra. Candi ini
dibangun pada masa kejayaan dinasti Syailendra. Pendiri Candi Borobudur yaitu
Raja Samaratungga yang berasal dari wangsa atau dinasti Syailendra. Kemungkinan
candi ini dibangun sekitar tahun 824 M dan selesai sekitar menjelang tahun
900-an Masehi pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani yang adalah putri
dari Samaratungga. Sedangkan arsitek yang berjasa membangun candi ini menurut
kisah turun-temurun bernama Gunadharma.
Candi ini selama
berabad-abad tidak lagi digunakan. Kemudian karena letusan gunung berapi,
sebagian besar bangunan Candi Borobudur tertutup tanah vulkanik. Selain itu,
bangunan juga tertutup berbagai pepohonan dan semak belukar selama
berabad-abad. Kemudian bangunan candi ini mulai terlupakan pada zaman Islam
masuk ke Indonesia sekitar abad ke-15.
Pada tahun 1814 saat
Inggris menduduki Indonesia, Sir Thomas Stamford Raffles mendengar adanya
penemuan benda purbakala berukuran raksasa di desa Bumisegoro daerah Magelang.
Karena minatnya yang besar terhadap sejarah Jawa, maka Raffles segera
memerintahkan H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki
lokasi penemuan yang saat itu berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
Cornelius dibantu
oleh sekitar 200 pria menebang pepohonan dan menyingkirkan semak belukar yang
menutupi bangunan raksasa tersebut. Karena mempertimbangkan bangunan yang sudah
rapuh dan bisa runtuh, maka Cornelius melaporkan kepada Raffles penemuan
tersebut termasuk beberapa gambar. Karena penemuan itu, Raffles mendapat
penghargaan sebagai orang yang memulai pemugaran Candi Borobudur dan mendapat
perhatian dunia. Pada tahun 1835, seluruh area candi sudah berhasil digali.
Candi ini terus dipugar pada masa penjajahan Belanda.
Setelah Indonesia
merdeka, pada tahun 1956, pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO untuk
meneliti kerusakan Borobudur. Lalu pada tahun 1963, keluar keputusan resmi
pemerintah Indonesia untuk melakukan
pemugaran Candi
Borobudur dengan bantuan dari UNESCO. Namun pemugaran ini baru benar-benar
mulai dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1973. Proses pemugaran baru selesai
pada tahun 1984. Sejak tahun 1991, Candi Borobudur ditetapkan sebagai World
Heritage Site atau Warisan Dunia
oleh UNESCO.
2.3.3 Struktur
meter setelah
direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan.10 tingkat itu
terdiri dari;enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk
bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya, yang
menghadap kea rah barat. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya
beberapa stupa. Jumlah stupa di kompleksnya tersebut 594.
Borobudur yang bertingkat sepuluh
menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana. Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh
tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.
Kamadhatu, bagian dasar Borobudur, melambangkan manusia yang masih
terikat nafsu.
Rupadhatu, empat tingkat di atasnya, melambangkan manusia yang telah
dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada
tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka.
Arupadhatu, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam
stupa yang berlubang-lubang. Melambangkan manusia yang telah terbebas dari
nafsu, rupa, dan bentuk.
Arupa, bagian paling atas yang melambangkan nirwana, tempat Budha
bersemayam
Di masa lalu, beberapa patung Buddha
bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk
kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi
Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia
Belanda ketika itu.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang
pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang
merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi
tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan
melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk
bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan
perkembangan dari bentuk punden
berundak,
yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali,
melainkan sistem interlock yaitu seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.
2.3.4 Relief
Di setiap tingkatan dipahat
relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum
jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi
ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka.
Pembacaan cerita-cerita relief ini
senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap
tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu
gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang
sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke
timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Adapun susunan dan pembagian relief
cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah sebagai berikut.
Bagan Relief
|
|||
Tingkat
|
Posisi/ Letak
|
Cerita Relief
|
Jumlah pigura
|
Kaki
candi asli
|
-
----------
|
Karmawibhangga
|
160
pigura
|
Tingkat
I
|
-
dinding
|
Lalitawistara
|
120
pigura
|
-----------
|
-
---------
|
Jataka/
awadana
|
120
pigura
|
-----------
|
-
langkan
|
Jataka/
awadana
|
372
pigura
|
-----------
|
-
---------
|
Jataka/
awadana
|
128
pigura
|
Tingkat
II
|
-
dinding
|
Gandawyuha
|
128
pigura
|
-----------
|
-
langkan
|
Jataka/
awadana
|
100
pigura
|
Tingkat
III
|
-
dinding
|
Gandawyuha
|
88
pigura
|
-----------
|
-
Langkan
|
Gandawyuha
|
88
pigura
|
Tingkat
IV
|
-
dinding
|
Gandawyuha
|
84
pigura
|
-----------
|
-
langkan
|
Gandawyuha
|
72
pigura
|
-----------
|
jumlah
|
--------------
|
1460
pigura
|
2.3.5 Tahapan
pembangunan Borobudur
Tahap pertama
Masa pembangunan Borobudur tidak
diketahui pasti (diperkirakan antara 750 dan 850
M). Pada awalnya
dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak.
tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar.
Tahap kedua
Pondasi Borobudur diperlebar, ditambah
dengan dua undak persegi dan satu undak lingkaran yang langsung diberikan stupa
induk besar.
Tahap ketiga
Undak atas lingkaran dengan stupa induk
besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa
dibangun pada puncak undak-undak ini dengan satu stupa besar di tengahnya.
Tahap keempat
Ada perubahan kecil seperti pembuatan
relief perubahan tangga dan lengkung atas pintu.
2.4 Museum Dirgantara

Keberadaan Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan TNI AU untuk
mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa bersejarah di
lingkungan TNI AU. Hal tersebut telah lama dituangkan dalam Keputusan Menteri/
Panglima Angkatan Udara No. 491, tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumen dan
Museum Angkatan Udara. Setelah mengalami proses yang lama, pada tanggal 21
April 1967, gagasan itu dapat diwujudkan dan organisasinya berada di bawah
Pembinaan Asisten Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri Panglima Angkatan Udara
di Jakarta. Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor 2
tahun 1967, tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan kegiatan bidang sejarah,
budaya, dan museum, maka Museum Angkatan Udara mulai berkembang dengan pesat.
Berkat perhatian yang besar, baik dari Panglima Angkatan Udara maupun Panglima
Komando Wilayah Udara V (Pang Kowilu V), pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat
TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta,
diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin.
Berdasarkan berbagai pertimbangan bahwa
kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 mempunyai peranan penting dalam sejarah,
yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan TNI AU, serta merupakan kawah
Candradimuka bagi Kadet Penerbang/ Taruna Akademi Angkatan Udara. Berdasarkan
Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978, museum yang semula
berkedudukan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta. Selanjutnya,
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Skep/04/IV/1978 tanggal 17
April 1978, museum yang berlokasi di Kampus Akabri Bagian Udara itu ditetapkan
oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara
Mandala, pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan dengan peringatan Hari
Bhakti TNI AU. Perkembangan selanjutnya, museum itu tidak dapat menampung lagi
koleksi alutsista yang ada karena lokasinya yang sukar dijangkau oleh umum dan
kendaraan. Oleh karena itu, Pimpinan TNI AU memutuskan untuk memindahkannya ke
gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisucipto. Sebelum pemindahan
dilakukan gedung itu direhabilitasi untuk dijadikan Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17 Desember 1982, Kepala Staf TNI AU Marsekal
TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti sebagai bukti dimulainya
rehabilitasi gedung itu.
Penggunaan dan pembangunan kembali
gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat Perintah Kepala Staf TNI AU
Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April 1984. Dalam rangka memperingati Hari
Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli 1984, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Sukardi
meresmikan gedung yang sudah direhabilitasi itu sebagai gedung Museum Pusat TNI
AU Dirgantara
Mandala.
Lokasi Museum Pusat TNI AU Dirgantara
Mandala itu berada di Pangkalan Udara Adisucipto, di bawah Sub Dinas Sejarah,
Dinas Perawatan Personel TNI AU, Jakarta.Bangunan, Gedung Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala yang ditempati sekarang adalah bekas pabrik gula Wonocatur
pada zaman Belanda, sedangkan pada zaman Jepang digunakan untuk gudang senjata
dan hanggar pesawat terbang. Koleksi, Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala
memamerkan benda-benda koleksi sejarah, antara lain : koleksi peninggalan para
pahlawan udara, diorama, pesawat miniatur, pesawat terbang dari negara-negara
Blok Barat dan Timur, senjata api, senjata tajam, mesin pesawat, radar, bom
atau roket, parasut dan patung-patung tokoh TNI Angkatan Udara.
2.5 Jalan Malioboro

Pada tanggal 20 Desember 2013, pukul 10.30 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X
nama dua ruas jalan Malioboro dikembalikan ke nama aslinya, Jalan Pangeran
Mangkubumi menjadi jalan Margoutomo, dan Jalan Jend. A. Yani menjadi jalan
Margomulyo. Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara
lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu,
Gedung Agung,
Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg,
dan Monumen Serangan
Oemoem 1 Maret.
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang
menjajakan kerajinan khas Yogyakarta dan warung-warung lesehan
di malam hari yang menjual makanan gudeg
khas Yogyakarta serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman
yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis,
hapening art, pantomim, dan lain-lain di sepanjang jalan ini.
Malioboro adalah tempat yang wajib Anda kunjungi saat
traveling ke Yogakarta (Yogyakarta). Jangan ngaku pernah ke Yogyakarta jika
belum pernah mengunjungi Malioboro. Ya, Malioboro memang sangat identik dengan Yogyakarta.
Kawasan yang dipenuhi dengan pertokoan di kiri kanan jalannya ini memang selalu
ramai dikunjungi oleh para wisatawan terutama jika waktu liburan tiba.
Malioboro adalah jalan satu arah mulai dari Stasiun Tugu sampai Kantor Pos
Besar Kota Yogyakarta. Selain dipenuhi dengan pertokoan, sepanjang jalan di
kawasan ini juga dipenuhi dengan deretan para pedagang kakilima yang menggelar
dagangannya di emperan toko.
Dahulunya, Malioboro memang sengaja dibangun guna
meningkatkan perekonomian masyarakat yang merupakan kawasan pecinan pada masa
pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I berkuasa. Seiring dengan perkembangan
waktu, Jalan Malioboro berkembang dengan pesat dan semakin ramai dengan
dibangunnya pasar induk Pasar Gedhe yang sekarang kita kenal dengan nama Pasar
Beringharjo. Malioboro merupakan tujuan utama para wisatawan yang berkunjung ke
Yogyakarta.
Menyusuri sepanjang Malioboro memberi pengalaman tersendiri
untuk Anda. Di sepanjang jalan, Anda bisa menjumpai berbagai macam souvenir
khas Yogyakarta seperti kerajinan perak, rotan, wayang kulit, batik dan juga
blangkon. Aneka macam souvenir ini bisa Anda peroleh dengan harga terjangkau.
Apalagi jika Anda pandai menawar. Beraneka macam jajanan khas Yogyakarta seperti
bakpia, pecel, es dawet dan sate gajih pun bisa Anda jumpai di sana. Menjelang
malam jalan Malioboro juga dipenuhi dengan aneka pedagang kuliner. Anda bisa
menikmati aneka kuliner sembari duduk lesehan dan diiringi lagu-lagu dari para
pengamen jalanan. Tersedia pula angkringan khas Yogyakarta yang siap menjamu
Anda dengan hidangan khasnya. Benar-benar asik bukan? So, ojo lali yo sempatkan
diri Anda berkunjung ke Yogyakarta.
Akses
Untuk menuju ke Malioboro aksesnya sangat mudah karena
terletak di pusat Kota Yogyakarta. Jika Anda menggunakan kendaraan pribadi Anda
dari Tugu Yogyakarta terus menuju ke Selatan. Agar lebih mudah Anda bisa
menanyakan ke penduduk local. Hampir semua orang tahu Malioboro dan dengan
ramah akan menunjukan arahnya untuk Anda. Jika Anda menggunakan bus, Anda bisa
turun di Terminal Giwangan dan melanjutkan perjalanan menggunakan bus kota atau
Trans Yogyakarta. Untuk bus kota, Anda bisa memilih jalur 2, 4, 9, 12, 15
dengan tarif Rp 2.500,- jauh dekat, sedangkan menggunakan Trans Yogyakarta
tarifnya sekitar Rp 3.000,- jauh dekat. Jika Anda datang dari kota lain
menggunakan kereta api, Anda bisa turun di Stasiun Tugu dan langsung berjalan
ke arah selatan.
2.6 Taman Pintar

Taman ini, khususnya pada wahana
pendidikan anak usia dini dilengkapi dengan teknologi interaktif digital serta
pemetaan video yang akan memacu imajinasi anak serta ketertarikan mereka
terhadap teknologi. Pada saat ini ada 35 zona dan 3.500 alat peraga permainan
yang edukatif.
2.7 Kraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta
mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian
Giyanti di tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah
pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk
istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta)
yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton
merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan
Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I
berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah
Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.
Secara fisik
istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil
Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti,
Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul
(Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul
(Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan
budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di
sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan
pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai
filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta
2.7.1 Tata Ruang dan Arsitektur
Arsitek istana ini
adalah Sultan Hamengku Buwono I sendiri, yang merupakan pendiri dari Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh
ilmuwan berkebangsaan Belanda - Dr. Pigeund dan Dr. Adam yang menganggapnya
sebagai "arsitek dari saudara Pakubuwono II Surakarta". Bangunan
pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape
kota tua Yogyakarta[6] diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan
lain di tambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk
istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan
restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahta 1921-1939).
Dahulu bagian
utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara sampai
di Plengkung Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta dari
utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler
(Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran,
Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti;
Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks
Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul
(Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian
sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris.
Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di
sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton
sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada
bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain
bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian
yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks
Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana
Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubumen). Di
sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari
tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada beberapa
bangunan yang terkait dengan keraton antara lain Tugu Pal Putih, Gedhong
Krapyak, nDalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), dan Pasar Beringharjo.
2.7.2 Arsitektur Umum
Secara umum tiap kompleks utama terdiri
dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangunan utama
serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks satu dengan yang
lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang
biasanya bergaya Semar Tinandu. Daun pintu terbuat dari kayu jati yang
tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding
penyekat yang disebut Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu
penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
Bangunan-bangunan
Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di
beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis,
Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk /
berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya.
Joglo terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu ada
bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan
ini beratap seng dan bertiang besi.
Permukaan atap
joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun seng
dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang
utama yang di sebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan,
serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap
atau hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun
yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat
dari kayu memiliki warna senada dengan
warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur Tangkil) memiliki
ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif
Lam Mim Ra, di tengah tiangnya.
Untuk batu alas
tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna emas. Warna
putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks. Lantai
biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat
lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai
utama yang lebih tinggi. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu persegi
yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan.
Tiap-tiap bangunan
memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan jabatan
penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan oleh Sultan dalam
kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan indah
dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan maka
ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain
ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau
keseluruhan dari bangunan itu sendiri.
Keraton Yogyakarta
juga mempunyai bangunan-bangunan yang berada di luar lingkungan Keraton itu sendiri.
Bangunan-bangunan tersebut memiliki kaitan yang erat dan boleh jadi merupakan
bagian yang tidak terpisahkan.
2.7.3 Tugu Golong Gilig
Tugu golong gilig
atau tugu pal putih (white pole) merupakan penanda batas utara kota tua
Yogyakarta. Semula bangunan ini berbentuk seperti tongkat bulat (gilig) dengan
sebuah bola (golong) diatasnya. Bangunan ini mengingatkan pada Washington
Monument di Washington DC. Pada tahun 1867 bangunan ini rusak (patah) karena
gempa bumi yang juga merusakkan situs Taman Sari. Pada masa pemerintahan Sultan
HB VII bangunan ini didirikan kembali. Namun sayangnya dengan bentuk berbeda
seperti yang dapat disaksikan sekarang (Januari 2008). Ketinggiannya pun
dikurangi dan hanya sepertiga tinggi bangunan aslinya. Lama-kelamaan nama tugu golong
gilig dan tugu pal putih semakin dilupakan seiring penyebutan bangunan ini
sebagai Tugu Yogyakarta.
2.7.4 Panggung Krapyak
Panggung krapyak
dibangun oleh Sultan HB I dan saat ini merupakan benda cagar budaya. Gedhong
panggung, demikian disebut, merupakan sebuah podium dari batu bata dengan
tinggi 4 m, lebar 5 m, dan panjang 6 m. Tebal dindingnya mencapai 1 m. Bangunan
ini memiliki 4 pintu luar, 8 jendela luar, serta 8 pintu di bagian dalam. Atap
bangunan dibuat datar dengan pagar pembatas di bagian tepinya. Untuk
mencapainya tersedia tangga dari kayu di bagian barat laut. Bangunan bertingkat
ini disekat menjadi 4 buah ruang. Dahulu tempat ini digunakan sebagai lokasi
berburu menjangan (rusa/kijang) oleh keluarga kerajaan.
Berlokasi dekat
Ponpes Krapyak, konon tempat Gus Dur (presiden IV) pernah menimba ilmu,
bangunan di sebelah selatan Keraton ini menjadi batas selatan kota tua
Yogyakarta. Namun demikian, bangunan ini lebih mirip dengan gerbang kemenangan,
Triumph d’Arc. Kondisinya sempat memprihatinkan akibat gempa bumi tahun
2006 sebelum akhirnya direnovasi. Setelah renovasi bangunan ini diberi pintu
besi sehingga orang-orang tidak dapat masuk kedalamnya.
2.7.5 Kepatihan
Dalem Kepatihan
merupakan tempat kediaman resmi (Official residence) sekaligus kantor Pepatih
Dalem. Di tempat inilah pada zamannya diselenggarakan kegiatan pemerintahan
sehari-hari kerajaan. Sejak tahun 1945 kantor Perdana Menteri Kesultanan
Yogyakarta ini menjadi kompleks kantor Gubernur/Kepala Daerah Istimewa dan
PemProv DIY. Selain Pendopo Kepatihan, sisa bangunan lama tempat ini juga dapat
dilihat pada Gedhong Wilis (kantor gubernur), Gedhong Bale Mangu (dulu
digunakan sebagai gedung pengadilan Bale Mangu, sebuah badan peradilan
Kesultanan Yogyakarta dalam lingkungan peradilan umum), dan Masjid Kepatihan.
Sekarang tempat ini memiliki pintu utama di Jalan Malioboro.
2.7.6 Pathok Negoro
Mesjid Pathok Negoro yang berjumlah empat buah menjadi penanda batas
wilayah ibukota (?). Lokasi masjid ini berada di Ploso Kuning (batas utara),
Mlangi (batas barat), Kauman Dongkelan (batas selatan), dan Babadan (batas
timur). Pendirian masjid ini juga memiliki tujuan sebagai pusat penyiaran agama
Islam selain masjid raya kerajaan. Kedudukan masjid ini adalah setingkat
dibawah masjid raya kerajaan. Ini dapat dilihat dari kedudukan para imam
besar/penghulu (jw=Kyai Pengulu) masjid ini menjadi anggota Al-Mahkamah Al-Kabirah, badan
peradilan Kesultanan Yogyakarta dalam lingkungan peradilan agama Islam, dimana
imam besar masjid raya kerajaan (Kangjeng Kyai Pengulu) menjadi ketua mahkamah.
2.7.7 Bering Harjo
Pasar Bering Harjo merupakan salah satu
pusat ekonomi Kesultanan Yogyakarta pada zamannya. Berlokasi di sisi timur
jalan Jend. A Yani, pasar Bering Harjo sampai saat ini menjadi salah satu pasar
induk di Yogyakarta. Sekarang pasar ini jauh berbeda dengan aslinya.
Bangunannya yang megah terdiri dari tiga lantai dan dibagi dalam dua sektor
barat dan timur yang dibatasi oleh jalan kecil. Namun demikian pasar yang
berada tepat di utara benteng Vredeburg ini tetap menjadi sebuah pasar
tradisional yang merakyat.
2.7.8 Warisan Budaya
Selain memiliki
kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan budaya yang
tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian sakral,
musik, dan pusaka (heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah upacara Tumplak Wajik, Garebeg, upacara Sekaten
dan upacara Siraman Pusaka dan Labuhan.
Upacara yang berasal dari zaman kerajaan ini hingga sekarang terus dilaksanakan
dan merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dilindungi dari klaim pihak
asing.
Tumplak Wajik
Upacara tumplak
wajik adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari beras
ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang digunakan
dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat pareden estri
pada Garebeg Mulud dan Garebeg Besar. Dalam upacara yang dihadiri
oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian. Selain itu upacara yang
diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi dengan musik ansambel
lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayu lainnya. Setelah
upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan pareden.
2.7.9 Garebeg
Upacara Garebeg
diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa yaitu pada
tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal (bulan
ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut
Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa
syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Sedekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri dari Pareden
Kakung, Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak,
dan Pareden Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya
dikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal.
Gunungan kakung berbentuk seperti kerucut terpancung
dengan ujung sebelah atas agak membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri
dari sayuran kacang panjang yang berwarna hijau yang dirangkaikan dengan cabai
merah, telur itik, dan beberapa perlengkapan makanan kering lainnya. Gunungan estri berbentuk seperti keranjang
bunga yang penuh dengan rangkaian bunga. Sebagian besar disusun dari makanan
kering yang terbuat dari beras maupun beras ketan yang berbentuk lingkaran dan
runcing. Kedua gunungan ini ditempatkan dalam sebuah kotak pengangkut yang
disebut Jodhang.
Gunungan pawohan terdiri dari buah-buahan segar yang
diletakkan dalam keranjang dari daun kelapa muda (Janur) yang berwarna
kuning. Gunungan ini juga ditempatkan dalam jodhang dan ditutup dengan kain
biru. Gunungan gepak berbentuk
seperti gunungan estri hanya saja permukaan atasnya datar. Gunungan dharat juga berbentuk seperti
gunungan estri namun memiliki permukaan atas yang lebih tumpul. Kedua gunungan
terakhir tidak ditempatkan dalam jodhang
melainkan hanya
dialasi kayu yang berbentuk lingkaran. Gunungan
kutug/bromo memiliki bentuk khas karena secara terus menerus
mengeluarkan asap (kutug) yang berasal dari kemenyan yang dibakar. Gunungan
yang satu ini tidak diperebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa kembali ke
dalam keraton untuk di bagikan kepada kerabat kerajaan.
Pada Garebeg Sawal Sultan menyedekahkan 1-2
buah pareden kakung. Jika dua buah maka yang sebuah diperebutkan di Mesjid
Gedhe dan sebuah sisanya diberikan kepada kerabat Puro Paku Alaman. Pada garebeg Besar Sultan mengeluarkan
pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah
satu buah. Pada garebeg Mulud/Sekaten
Sultan memberi sedekah pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang
masing-masing berjumlah satu buah. Bila garebeg Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, maka ditambah dengan satu
pareden kakung dan satu pareden kutug.
2.7.10 Sekaten
Sekaten merupakan
sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul
upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah
perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata Sekaten
berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain. Sekaten dimulai
dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK
Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan Selatan dan
Utara di depan Mesjid Gedhe.
Selama tujuh hari,
mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan tersebut
dimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh) secara bergantian menandai perayaan
sekaten. Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk, melakukan upacara Udhik-Udhik, tradisi menyebar
uang logam (koin). Setelah itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe
untuk mendengarkan pengajian maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat
hidup nabi.
Akhirnya pada hari
terakhir upacara ditutup dengan Garebeg Mulud. Selama sekaten Sego Gurih
(sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah) merupakan
makanan khas yang banyak dijual. Selain itu terdapat pula sirih pinang dan
bunga kantil (Michelia alba; famili Magnoliaceae). Saat ini
selain upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar malam yang
dimulai sebulan sebelum penyelenggaraan upacara sekaten yang sesungguhnya.
Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan
Dalam bulan
pertama kalender Jawa, Suro,
Keraton Yogyakarta memiliki upacara tradisi khas yaitu Upacara Siraman/Jamasan
Pusaka dan Labuhan. Siraman/Jamasan Pusaka adalah upacara yang dilakukan dalam
rangka membersihkan maupun merawat Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms)
yang dimiliki. Upacara ini di selenggarakan di empat tempat. Lokasi pertama
adalah di Kompleks Kedhaton (nDalem Ageng Prabayaksa dan bangsal
Manis). Upacara di lokasi ini tertutup
untuk umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan.
Lokasi kedua dan
ketiga berturut turut di kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di Roto Wijayan
yang dibersihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai Jimat,
kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan setiap
tahun. Kereta kuda lainnya dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam
setahun hanya satu kereta yang mendapat jatah giliran). Di Alun-alun dilakukan
pemangkasan dan perapian ranting dan daun Waringin Sengker yang berada
ditengah-tengah lapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman raja-raja di
Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaitu Kyai Danumaya dan
Danumurti. Di lokasi kedua, ketiga, dan keempat masyarakat umum dapat
menyaksikan prosesi upacaranya.
Labuhan adalah upacara sedekah yang dilakukan setidaknya di dua
tempat yaitu Pantai Parang Kusumo
dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat itu benda-benda milik Sultan seperti
nyamping (kain batik), rasukan (pakaian) dan sebagainya di-larung
(harfiah=dihanyutkan). Upacara Labuhan di lereng Gunung Merapi (Kabupaten
Sleman) dipimpin oleh Juru Kunci Gunung Merapi (sekarang Januari 2008 dijabat
oleh Mas Ngabehi Suraksa Harga
atau yang lebih dikenal dengan Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang Kusumo
Kabupaten Bantul dipimpin oleh Juru Kunci Cepuri Parang Kusumo. Benda-benda
tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat.
2.7.11 Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms)
Regalia
Regalia merupakan pusaka yang menyimbolkan karakter Sultan Yogyakarta dalam
memimpin negara berikut rakyatnya. Regalia yang dimiliki oleh terdiri
dari berbagai benda yang memiliki makna tersendiri yang kesemuanya secara
bersama-sama disebut KK Upocoro. Macam benda dan dan maknanya sebagai
berikut:
- Banyak (berwujud angsa) menyimbolkan kelurusan, kejujuran, serta kesiap siagaan serta ketajaman;
- Dhalang (berwujud kijang) menyimbolkan kecerdasan dan ketangkasan;
- Sawung (berwujud ayam jantan) menyimbolkan kejantanan dan rasa tanggung jawab;
- Galing (berwujud burung merak jantan) menyimbolkan kemuliaan, keagungan, dan keindahan;
- Hardawalika (berwujud raja ular naga) menyimbolkan kekuatan;
- Kutuk (berwujud kotak uang) menyimbolkan kemurahan hati dan kedermawanan;
- Kacu Mas (berwujud tempat saputangan emas) menyimbolkan kesucian dan kemurnian;
- Kandhil (berwujud lentera minyak) menyimbolkan penerangan dan pencerahan; dan
- Cepuri (berwujud nampan sirih pinang), Wadhah Ses (berwujud kotak rokok), dan Kecohan (berwujud tempat meludah sirih pinang) menyimbolkan proses membuat keputusan/kebijakan negara. KK Upocoro selalu ditempatkan di belakang Sultan saat upacara resmi kenegaraan (state ceremony) dilangsungkan. Pusaka ini dibawa oleh sekelompok gadis remaja yang disebut dengan abdi-Dalem Manggung.
2.8 Pantai Suwuk

Fasilitas Hiburan
Wisata di Pantai Suwuk ini pada
dasarnya tidak berbeda dengan wisata-wisata pantai di Kebumen. Pemandangan
pegunungan kapur yang elok memanjang dari utara sampai selatan, dan berbatasan
langsung dengan pegunungan dan Pantai Karangbolong. Untuk lebih memanjakan mata
anda, alangkah lebih baiknya anda menyewa seekor kuda untuk menyisir eloknya
Pantai Suwuk ini. Usai lelah dan puas menikmati pantai, hal menarik lainnya
adalah kita dapat menikmati suasana santai dengan beberapa sajian makanan khas
yang ada di warung-warung sepanjang pantai. Anda dapat menikmati pecel dan
lontong, es kelapa hijau, jangan lupa pula peyek ubur-uburnya dan berbagai
jenis peyek lainnya.
di
pantai Suwuk juga terdapat kuda dan jokinya yang siap untuk disewa dan
mengantarkan Anda menyisiri pasir dan keindahan pantai Suwuk yang bisa sambil
diabadikan sendiri dengan foto maupun video shooting. Secara khusus, gapura
selamat datang pantai Suwuk yang cukup megah, fasilitas hiburan saat
wisata di pantai Suwuk yang membedakan dengan pantai lain di Kebumen adalah
adanya arena bermain yang berupa pesawat dari bekas badan pesawat
Garuda Boeing 737 tahun 2000 dan helikopter heli
C100 tahun 1987 yang didesain untuk arena hiburan, sebagai lokasi
untuk foto selfie, foto bersama, maupun untuk rekam video sebagai dokumentasi
wisata.
Beberapa Fasilitas yang di sediakan :
- Wahana Permainan sederhana
- Terdapat eks Pesawat Garuda Boeing 737 yang dapat dinikmati pengunjung
- Masjid al Mutaqien
- Terdapat Toko oleh-oleh khas Pantai Suwuk
- Terdapat warung penjual jajanan khas Kebumen
- Toilet umum
Arah jalan
atau jalur untuk menuju ke lokasi pantai Suwuk (Suwuk
Beach) cukup strategis karena memiliki banyak jalur alternatif yang bisa
digunakan. Jalur ke pantai Suwuk yang bisa ditempuh jika dari arah
Gombong, maka dibutuhkan waktu sekitar 45 menit (perjalanan normal tanpa macet)
ke arah selatan kurang lebih 22 km. Jika menuju pantai Suwuk dari arah kota
Kebumen, maka dibutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk bisa sampai ke lokasi laut
Suwuk, dimana letak pantai Suwuk masih membutuhkan waktu 30 menit dari
kecamatan Puring, dengan jarak sekitar 50 km dari kota Kebumen. Arah jalan
menuju pantai Suwuk jika di tempuh dari arah timur adalah dengan
melalui jalur lintas selatan atau jalan Daendels dari
arah Yogyakarta, Bantul, Purworejo, Ketawang, Mirit, Ambal, dan Bocor, yaitu
dengan arah jalan lurus ke barat menuju ke Pantai Suwuk
Ciri Khas pantai
Jika
andai mengunjungi pantai ini anda akan disuguhkan dengan pemandangan padang
pasir pantai yang luas disertai tanaman pandan dan rerumputan, padang pasir
tersebut dapat digunakan pula untuk wisata offroad. Selain itu pemandangan
pengunungan kapur disebelah barat dan utara menjadi panorama yang menarik.
Selain itu Bibir pantai di pantai ini juga curam dengan kemiringan 35 derajat
jadi sedikit betbahaya. Serta pengunjung juga dihimbau untuk tidak berenang
karena pantai ini memiliki ombak yang cukup ganas bahkan lebih besar dari ombak
di Pantai Parangtritis, Yogyakarta.
2.9
Goa Jatijajar

Asal
Mula Goa Jatijajar
Goa
Jatijajar ditemukan oleh Ki Jayamenawi pada tahun 1802, Konon diberi nama
Jatijajar karena pada saat ditemukan, terdapat dua buah pohon jati yang tumbuh
sejajar di depan pintu masuk goa.
Sebelum
Goa Jatijajar digunakan sebagai objek wisata, banyak orang-orang yang masuk ke
dalam goa yang bertujuan untuk bertapa atau bersemedi, mandi, serta mengambil
air untuk dibawa pulang untuk keperluan sehari-hari.
Pada saat itu banyak orang yang
mengambil air dari Goa Jatijajar karena di dalam goa itu terdapat beberapa
sendang atau sungai bawah tanah.Berikut nama-nama sendang yang terdapat di
dalam Goa Jatijajar :
a)
Sendang Puser Bumi c) Sendang
Mawar
b)
Sendang Jombor d) Sendang
Kantil
Sendang
Puser Bumi dan Sendang Jombor tempatnya masih alami, keadaan pada
sendang-sendang tersebut masih gelap dan mitosnya air dari Sendang Puser Bumi
dan Sendang Jombor dapat digunakan untuk segala macam tujuan menurut
kepercayaan masing-masing, sampai saat ini orang-orang di sekitar Goa Jatijajar
masih banyak yang mempercayai hal tersebut. Sedangkan Sendang Mawar dan Kantil
keadaannya sudah tidak alami, di kedua Sendang tersebut sudah banyak diperbarui
oleh warga sekitar, mitosnya barang siapa yang mandi atau mencuci muka
menggunakan air dari kedua sendang tersebut, orang itu akan awet muda.
Proses
Terbentuknya Goa Jatijajar
a. Terbentuknya
Goa Jatijajar diperkirakan karena ada beberapa kemungkinan yang terjadi, yaitu
:
1. Karena adanya aliran sungai di bawah tanah
2. Karena adanya tekanan endogen dari dalam Bumi
3. Karena pembentukan stalagtit dan stalagmite
b. Terbentuknya sendang (sungai) bawah
tanah pada goa karena adanya sungai di permukan tanah yang masuk ke dalam tanah
kapur dan mengakibatkan pengikisan dan rongga di bawah tanah. Pada suatu
permukaan yang lebih rendah air akan keluar dari tanah dan membentuk suatu
aliran sungai di permukaan lagi.
c. Terbentuknya
stalagtit dan stalagmite di dalam goa karena adanya rembesan air hujan yang
bereaksi dengan kalsium hidroksida yang lama-kelamaan akan membentuk suatu
endapan di langit-langit goa atau yang baisa disebut stalagtit dan endapan di
bawah permukaan goa atau stalagmite. Dalam pembentukan stalagtit dan
stalagmite, waktu yng di perlukan tidaklah cepat, untuk bias membentuk suatu
stalagmit dan stalagtit seperti yang terdapat pada Goa Jatijajar diperlukan waktu
hingga mencapai ratusan tahun, bahkan ribuan.
Manfaat
Goa Jatijajar Bagi Masyarakat Sekitar
a. Dilihat
Dari Segi Ekonomi
Objek wisata Goa Jatijajar merupakan
salah satu dari 8 objek wisata yang telah dikelola oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Kebumen. Goa Jatijajar merupakan andalan bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten Kebumen, karena ±60% dari total pendapatan yang diperoleh daerah
berasal dari objek wisata Goa Jatijajar. Oleh karena itu objek wisata ini
sangat vital bagi pertumbuhan perekonomian masyarakat Kebumen.
b. Dilihat
Dari Segi SDA
Objek wisata Goa Jatijajar selain
sebagai tempat penghasilan mayarakat Kebumen ternyata mengandung SDA (Sumber
Daya Alam) yang tinggi. Di dalam Goa Jatijajar terdapat batu fosfat yang sangat
berguna bagi msyarakat Kebumen yang umumnya adalah petani. Batu fosfat adalah
senyawa yang terbentuk dari fosfor dan oksigen serta unsur-unsur lainnya.
Batuan ini terbentuk dari kotoran kelelawar yang sudah lama bereaksi dengan
batu kapur. Penambangan batu ini akan sangat membantu sekali bagi para petani,
karena batu ini merupakan senyawa asam yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan pupuk buatan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat Provinsi di
Indonesia yang meliputi Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman. Daerah
Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah
dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia.
Dari bacaan diatas
dapat disimpulkan bahwa Yogyakarta memiliki banyak sekali tempat wisata yang
unik dan mengagumkan, tempat-tempat bersejarah dan tempat-tempat yang indah.
Dan semua itu sangat berkaitan erat dengan pendidikan, karena dengan mengetahui
tempat-tempat wisata tersebut kita bisa tahu sejarah dan menambah ilmu
pengetahuan.
Yogyakarta banyak dikunjungi oleh para wisatawan baik dari dalam maupun
dari luar negeri. Beberapa objek wisata di Yogyakarta yang sering dikunjungi
oleh para wisatawan diantaranya Museum Dirgantara, Kebun Binatang
Gembiraloka,Malioboro, dan Candi Borobudur. Meski Candi Borobudur berada di
luar daerah Yogyakarta namun obyek wisata ini merupakan objek wisata yang wajib
dikunjungi sebelum pergi ke Yogyakarta.
3.2
Saran
Dari pembuatan
makalah ini penulis akan menyajikan beberapa saran diantaranya:
1.
kita sebagai generasi muda harus menjadi
generasi penerus bangsa dengan cara giat belajar dan berlatih supaya menjadi
siswa – siswi yang terampil dan bertaqwa.
2.
Kita sebagai warga negara harus menjaga dan
melestarikan budaya bangsa dengan memelihara tempat – tempat bersejarah sebagai
peninggalan nenek moyang kita.
3.
Penulis berharap dengan berkembangnya kebudayaan
barat di harapkan pada rekan generasi muda mampu memilih dan menilia budaya
yang masuk dan berusaha mempertahankan kebudayaan bangsa sendiri.